FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) mengungkapkan kekecewaannya atas penundaan penerapan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2024 tentang percepatan penyediaan air minum dan pengelolaan air limbah domestik.
Wakil Ketua Umum Perpamsi, Arief Wisnu Cahyono, menyoroti dampak negatif penundaan ini terhadap kemampuan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Air Minum untuk menyediakan layanan air bersih yang aman dan layak bagi masyarakat.
Program Inpres No. 1 Tahun 2024 awalnya dianggap sebagai solusi untuk mempercepat penyambungan air minum perpipaan, dengan target penambahan 3 juta sambungan rumah (SR) di berbagai daerah perkotaan. Program ini memanfaatkan idle capacity, yaitu kapasitas produksi sistem penyediaan air minum (SPAM) yang belum dimanfaatkan, sebesar 25.500 liter per detik.
“Kami berharap Inpres ini dapat menjadi terobosan, mengingat rendahnya cakupan layanan air minum di Indonesia. Namun, sayangnya, penundaan ini menghambat langkah yang seharusnya memperbaiki kondisi tersebut,” ujar Arief dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Sebab, lanjut Arief, Hingga 2022 capaian akses air minum perpipaan berdasarkan data BPS 2023 sebesar 19,76 persen. Di tingkat ASEAN capaiain ini termasuk terendah dibanding capaian layanan air perpipaan negara tetangga seperti Singapura 100 persen; Malaysia 95 persen; Thailand 71 persen; Philipina 60 persen; Myanmar 27 persen; Kamboja 25 persen.
“Untuk akses sanitasi, hingga tahun 2022 baru mencapai 10,16 persen dari target 15 persen di tahun 2024, yang menempatkan Indonesia pada posisi terendah di negara ASEAN,” sambung Arief yang juga Direktur PDAM Surabaya itu.