Polemik penggunaan anggaran negara untuk renovasi Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny mengundang kritik dari berbagai kalangan, termasuk dari pegiat media sosial, Herwin Sudikta. Herwin menilai bahwa penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai perbaikan lembaga pendidikan berbasis keagamaan yang bersifat privat adalah tindakan yang tidak etis dan tidak sesuai hukum publik. Menurut Herwin, dana APBN berasal dari pajak rakyat dan seharusnya digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk menutupi kesalahan pengelolaan pihak tertentu. Ia juga memperingatkan bahwa praktik seperti ini dapat membuka peluang bagi penyalahgunaan dana publik dan buruknya tata kelola keuangan negara.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, sebelumnya membantah kabar bahwa pembangunan ulang Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, akan dibiayai menggunakan dana APBN. Herwin menekankan bahwa kebijakan semacam itu harus dipertanyakan karena mengarah pada penyalahgunaan dana publik untuk kepentingan pribadi atau lembaga privat. Ia menegaskan bahwa uang negara seharusnya dialokasikan untuk kepentingan umum dan layanan dasar, bukan untuk menutupi kesalahan individu atau kelompok tertentu. Herwin juga menyatakan kekhawatirannya bahwa logika ini dapat membuka pintu bagi permintaan dana APBN dari berbagai pihak atas nama kepentingan sosial.
Kritik yang disampaikan oleh Herwin Sudikta menggarisbawahi pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik, serta menunjukkan keberpihakan pada kepentingan masyarakat secara umum. Dalam era tata kelola keuangan yang baik, hal-hal seperti ini harus diperhatikan agar tidak menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan terhadap pengelolaan anggaran negara. Herwin menyoroti bahwa penyalahgunaan dana publik untuk tujuan pribadi atau kelompok akan merugikan masyarakat luas dan merusak prinsip keadilan dalam pembagian sumber daya negara.












