FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) diharapkan lebih bebas. Tidak hanya menjadi juru bayar, tetapi juga menerapkan skema investasi.
Namun, hal tersebut sulit dilakukan karena dalam hukum. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dianggap membatasi pergerakan BPKH.
“Kita ingin memberikan fleksibilitas yang lebih bagi BPKH sehingga dapat dengan leluasa mengelola keuangan haji, termasuk dalam melakukan investasi,” kata Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi, saat seminar nasional di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Jumat (3/11/2023).
“Kita harapkan tidak hanya menjadi juru bayar atau kasir, tetapi tentu diharapkan untuk berinvestasi,” tambahnya.
Dengan skema investasi, ia menyatakan bahwa manfaat yang diperoleh akan lebih banyak. Kemudian manfaat tersebut akan digunakan untuk subsidi.
Legislator PAN tersebut mengatakan bahwa saat ini skema biaya haji yang digunakan adalah 50 banding 50. 50 persen ditanggung oleh jemaah haji, sedangkan 50 persen sisanya ditanggung oleh BPKH.
“Jika skema ini kita pertahankan dalam skema investasi BPKH, maka itu akan mengancam likuiditas BPKH,” ungkapnya.
Nilai manfaat yang diterima saat ini sekitar Rp10 triliun. Sementara itu, biaya subsidi adalah Rp13 triliun.
“Terjadi defisit dengan skema investasi dan skema subsidi saat ini,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala BPKH, Fadlul Imansyah, menyampaikan bahwa masalah hukum memang menjadi tantangan bagi lembaga yang ia pimpin.