Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh menekankan pentingnya sosialisasi massif kepada masyarakat, termasuk mahasiswa, untuk meredam eskalasi narasi negatif seputar isu pengungsi Rohingya.
Koordinator Kontras Aceh, Azharul Husna, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia perlu menjelaskan kepada publik bahwa banyak misinformasi dan disinformasi terkait pengungsi Rohingya yang dapat berakibat fatal.
Husna menyoroti bahwa isu penolakan terhadap Rohingya muncul pertama kali pada 2022, saat kedatangan mereka yang ke-39 di pesisir Aceh sejak 7 Januari 2009. Awalnya, penolakan berasal dari masyarakat Bireuen dan kemudian Lhokseumawe.
Namun, situasi semakin memburuk, terutama setelah aksi mahasiswa dari aliansi BEM Nusantara pada 27 Desember lalu yang secara paksa memindahkan 137 Rohingya dari Gedung Balee Meuseuraya Aceh.
Husna mengecam tindakan anarkis tersebut, menyoroti bahwa mahasiswa seharusnya membela rakyat marginal, bukan bertindak anarkis terhadap pengungsi.
Husna juga mencatat bahwa serangan kebencian tidak hanya ditujukan pada pengungsi Rohingya, melainkan juga terhadap staf pekerja kemanusiaan dan pihak yang dianggap mendukung atau pro pengungsi.
Ia menunjukkan bahwa di Aceh, bahkan ulama pun tidak dipercaya jika berbicara positif mengenai pengungsi, menunjukkan bahwa narasi negatif tentang pengungsi telah mengakar di kalangan publik.
Menurut Husna, eskalasi konflik tidak muncul begitu saja, melainkan merupakan hasil dari puluhan tahun isu pengungsi di Indonesia.