Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI telah mengeluarkan sekitar 7.000 surat keterangan kepada masyarakat yang menjadi korban pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Abdul Haris Semendawai, Wakil Ketua Komnas HAM, menyatakan bahwa meskipun sudah dikeluarkan ribuan surat keterangan, masih banyak korban yang belum mendapatkan hak-hak mereka sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Dari total 7.000 surat keterangan yang diterbitkan, banyak korban yang belum menerima hak mereka sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014,” jelas Abdul Haris Semendawai di Padang.
Undang-undang tersebut menjamin bahwa korban pelanggaran HAM berat berhak mendapat bantuan psikologis, medis, dan psikososial, serta kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi dari negara.
Pelayanan untuk korban pelanggaran HAM berat bergantung pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sementara Komnas HAM bertanggung jawab untuk melakukan asesmen dan verifikasi serta mengeluarkan surat keterangan sebagai bukti bahwa korban memang mengalami pelanggaran HAM berat di masa lalu.
“Kami mengeluarkan surat keterangan, namun keputusan pemberian layanan sepenuhnya di tangan LPSK,” tegas Semendawai.
Dia juga menjelaskan bahwa agar korban dapat memperoleh hak-hak yang diatur dalam undang-undang, mereka harus terlebih dahulu mendapatkan surat keterangan dari Komnas HAM sebagai syarat untuk mengajukan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.