Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengungkapkan keinginannya untuk menampung warga Palestina di Indonesia. Hal ini menimbulkan beragam tanggapan di masyarakat, baik yang mendukung maupun yang menentang. Perbincangan ini juga mengingatkan publik akan tragedi Nakba, yaitu peristiwa pengusiran dan eksodus massal lebih dari 700.000 warga Palestina dari tanah mereka pada tahun 1948 saat negara Israel terbentuk. Tragedi ini tidak hanya menciptakan krisis kemanusiaan besar, tetapi juga menjadi akar konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina hingga sekarang.
Tragedi Nakba Palestina mengubah sejarah bangsa Palestina secara dramatis. Awalnya, Palestina berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Ottoman dan kemudian menjadi mandat Inggris setelah Perang Dunia I. Meningkatnya migrasi Yahudi ke Palestina, didorong oleh gerakan Zionis dan Deklarasi Balfour 1917, menimbulkan ketegangan dengan penduduk Arab Palestina yang sudah lama menetap di wilayah tersebut. Ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mempertimbangkan isu Palestina, terbitlah Resolusi 181 pada tahun 1947 yang menyarankan pembagian wilayah Palestina menjadi dua negara: satu Yahudi dan satu Arab.
Rencana ini ditolak oleh mayoritas penduduk Arab Palestina karena dianggap tidak adil. Ketika Israel menyatakan kemerdekaannya pada 14 Mei 1948, negara-negara Arab tetangga menyatakan perang. Tragedi Nakba Palestina tidak hanya merubah sejarah bangsa Palestina, tetapi juga membawa dampak besar bagi hubungan antara Israel dan Palestina yang terus berlanjut hingga saat ini.
