FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menstruasi atau haid merupakan pengeluaran darah dan sel-sel tubuh dari dinding rahim wanita. Berlangsung secara periodik.
Ketika memasuki masa haid, biasanya yang mengalaminya kesakitan. Karenanya kerap menghambat aktivitas sehari-hari.
Di struktur sosial yang masih patriarkis, haid kadang dipandang sebelah mata di dunia kerja. Terutama laki-laki yang tak pernah merasakannya.
Padahal, secara aturan, tiap pekerja punya hak untuk mengajukan cuti haid. Karena sudah dijamin oleh Undang-Undang (UU).
Dikutip dari Hukum Online, cuti haid diatur dalam Pasal 81 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Aturan cuti haid ini diperuntukkan bagi karyawan perempuan sebagai berikut:
Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
Cuti dapat diberikan selama 2 hari, yaitu hari pertama dan kedua saja. Meski demikian, pelaksanaan cuti haid diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pertanyaannya, apakah ketika cuti haid gaji tetap dibayarkan? Jawabannya iya.
Itu tertuang pada Pasal 93 ayat (1) huruf b UU Ketenagakerjaan. Menyebutkan pengusaha wajib membayar upah bagi karyawan perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan.
Dengan demikian, cuti haid adalah cuti berbayar, dan karyawan perempuan yang cuti haid tetap digaji.
(Arya/Fajar)