Loyalis Ganjar Pranowo, Jhon Sitorus, memberikan tanggapan terkait temuan persyaratan dalam gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan tersebut berkaitan dengan batas usia minimum capres-cawapres yang dianggap mengandung konflik kepentingan.
Salah satu temuan dalam sidang tersebut adalah bahwa dokumen perbaikan permohonan yang diajukan oleh pemohon bernama Almas Tsaqibbirru tidak ditandatangani oleh kuasa hukum maupun Almas sendiri.
Jhon mengungkapkan bahwa saat ditanya isi dokumen tersebut, pemohon tidak memberikan jawaban yang jelas. Ia kemudian menyoroti bahwa dokumen yang tidak ditandatangani menjadi dasar bagi hakim MK untuk menentukan putusan yang tidak bisa diganggu gugat.
Jhon juga mengatakan bahwa ia tidak dapat membayangkan bagaimana masa depan demokrasi Indonesia jika hal ini tidak terungkap. Ia menambahkan bahwa hal tersebut merupakan wajah masa depan demokrasi Indonesia yang buruk.
Selain itu, Jhon juga menyoroti bahwa tidak hanya gugatan Almas yang mencurigakan, tetapi juga ketua MK yang dikatakan berbohong kepada publik mengenai gugatan tersebut.
Dugaan pelanggaran kode etik ini muncul setelah MK yang dipimpin oleh ipar Presiden Jokowi, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden pada putusan kontroversial tanggal 16 Oktober 2023.
Dalam putusan MK nomor 90, terdapat banyak kejanggalan. Pertama, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres meskipun tidak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.