Pernyataan pemerintah yang menyebut bahwa pendidikan tinggi bukan merupakan kebutuhan dasar sedang ramai diperbincangkan. Pernyataan tersebut dianggap mengundang perdebatan.
Beberapa kalangan mempertanyakan hal tersebut, termasuk Pegiat Media Sosial Ary Prasetyo.
Ary mengingatkan pernyataan Presiden Joko Widodo sebelumnya yang terkejut karena jumlah lulusan S2 dan S3 di Indonesia terbilang sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
“Iya buat apa si Joko pura-pura kaget?” ungkapnya seperti yang dilansir oleh fajar.co.id dari postingan di X, Minggu (19/5/2024).
Ary menyatakan bahwa konstitusi sudah dengan jelas mengamanatkan bahwa negara harus mencerdaskan rakyatnya.
“Padahal sudah jelas di UUD 45 Kewajiban Negara Untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa!” ungkapnya.
“Bukan malah menyokong rakyat dengan bantuan sosial menjelang Pemilu,” tambah Ary.
Sebelumnya dilaporkan bahwa pernyataan Jokowi tersebut disampaikan saat membuka Konvensi XXIX dan Temu Tahunan XXV Forum Rektor Indonesia di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Senin (15/1/2024) pagi. Mendikbud Ristek Nadiem Makarim juga hadir dalam acara tersebut.
Jokowi menyoroti bahwa rasio penduduk yang memiliki pendidikan S2 dan S3 dalam populasi produktif masih sangat rendah. Bahkan, ia terkejut melihat bahwa angka tersebut jauh di bawah negara-negara tetangga.
“Saya juga terkejut ketika melihat angka ini. Saya terkejut bahwa angka lulusan S2 dan S3 di Indonesia hanya 0,45%, sedangkan di negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia sudah mencapai 2,43% dan negara maju bahkan mencapai 9,8%. Perbedaannya sangat jauh,” ujar Jokowi saat itu.
Meskipun ia tidak tahu dari mana anggarannya akan diperoleh, namun pemerintah pusat akan mencarinya. Menurutnya, hal ini diperlukan agar jumlah penduduk yang memiliki pendidikan S2 dan S3 dalam populasi usia produktif dapat meningkat secara signifikan. (Arya/Fajar)