FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar menanggapi pernyataan Yusril Ihza Mahendra. Terkait ucapannya yang menyebut tragedi 1998 bukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Saya terus terang nda paham apa yang disampaikan oleh Yusril,” kata pengajar di Universitas Gadjah Mada itu, dikutip dari unggahannya d Instagram, Selasa (22/10/2024).
Ia mengaku sudah ditanya bagaimana tanggapannya terkait pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM itu. Namun tidak bisa menerka apa maksud Yusril.
“Ketika ditanya ke saya, saya juga gak paham yang dia maksud kasus 98 itu yang mana,” ujarnya.
Pria yang karib disapa Uceng itu menjelaskan, di 1998 ada dua kasus. Di antara dua kasus itu pun, ia bingung yang mana dimaksud Yusril.
“Ada dua kasus 98. Yakni (1) Kerusuhan Mei 98 dan (2) Trisakti, Semanggi 1 Semanggi 2 (98-99). Yang dia anggap bukan pelanggaran HAM itu yang mana ya?” jelasnya.
Meski begitu, dua-duanya masuk dalam daftar pelanggaran HAM berat yang diakui pemerintah. Berdasarkan dokumen dari Komisi Nasional HAM.
“Keduanya masuk dalam daftar 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui oleh Pemerintah. Di Buku yang diterbitkan Komnas HAM ini merupakan ringkasan dari dokumen yang sangat tebal dari ke-12 perkara tersebut,” terangnya.
“Buku ini (hanya) setebal 700 halaman, ya karena ringkasan,” tambahnya.
Buku tersebut diunggah Uceng di Instagramnya, berjudul Merawat Ingatan Menjemput Keadilan. Di buku itu, Uceng bilang kedua kasus kesimpulannya sama.
“Kesimpulannya sama, ada kejahatan terhadap kemanusiaan, dan dua unsur pentingnya yakni meluas dan systematis sudah terpenuhi. Itu berdasarkan dokumen Komnas HAM ya,” pungkasnya.