Kejaksaan Agung mencatat rekor kepercayaan tertinggi dalam satu dekade terakhir, meskipun tengah dikecam karena lemahnya penegakan hukum. Berdasarkan survei nasional Lingkar Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Kejagung mendapat tingkat kepercayaan 61% dari publik, melampaui KPK dan Polri. Hal ini menandakan pergeseran psikologis publik dalam upaya menegakkan keadilan.
Prestasi Kejaksaan Agung semakin terangkat setelah berhasil mengungkap beberapa kasus besar, seperti korupsi BTS Kominfo, Duta Palma, dan tambang timah Bangka Belitung. Hal ini dianggap sebagai langkah rehabilitasi moral bagi Kejaksaan yang sebelumnya kerap dikalahkan oleh KPK. Dukungan penuh dari Presiden Prabowo beserta backing teknis dan politik dari Polri dan TNI turut memberikan momentum positif bagi Kejaksaan.
Meski demikian, penegakan hukum kini semakin dipengaruhi oleh budaya viral. Kasus-kasus yang tidak menjadi trending di media sosial seringkali dibiarkan atau lambat dalam penanganannya. Fenomena “No Viral, No Justice” menjadi ironi dalam sistem hukum, di mana responsivitas terhadap media sosial diimbangi dengan kekhawatiran akan kehilangan substansi dalam penegakan hukum.
LSI menyarankan agar lembaga hukum belajar mengelola sorotan digital dengan lebih akuntabel. Penguatan kanal resmi, jurnalisme investigatif, dan komunikasi publik yang transparan dianggap sebagai langkah yang perlu diperkuat untuk menjaga kredibilitas penegakan hukum dalam era digital ini.